- Back to Home »
- Islami »
- Kisah Taubatnya si Penggali Kubur
Sabtu, 04 Mei 2013
Dalam sebuah kisah yang masyhur dari Ibnu Hubaiq yang meriwayatkan dari bapaknya, ‘Yusuf bin Asbath pernah menemani seorang pemuda dari Hijaz. Namun, dia belum berbicara dengannya, kecuali setelah sepuluh tahun lamanya. Yusuf melihat pemuda itu senantiasa gelisah dan bersedih disamping beribadah siang dan malam. Kemudian, Yusuf bertanya kepadanya, ‘Apa pekerjaanmu? Sesungguhnya aku tidak pernah melihatmu berhenti dari menangis?’. Pemuda itu menjawab, ‘Aku adalah penggali mayat’. Yusuf bertanya lagi, ‘Apa yang kamu lihat setelah berada di liang lahat?’. Pemuda itu menjawab,’Aku melihat kebanyakan wajah mayat-mayat itu telah berubah posisi dari menghadap kiblat, kecuali hanya sebagian kecil saja’. Kemudian, Yusuf terjatuh dan tidak sadarkan diri, sehingga harus diobati oleh seorang tabib.
Ibnu Hubaiq melanjutkan ceritanya, bapakku berkata, ‘Kami memanggil Tabib Sulaiman agar mengobati Yusuf. Ketika agak sadar, Yusuf langsung berkata, ‘Hanya sebagian kecil?’.Dia terus mengulangi kata-kata itu didepan Tabib Sulaiman. Dan, setelah selesai mengobati, Tabib Sulaiman pulang, dan meninggalkan Yusuf.
Ketika sudah dalam keadaan sadar dan sembuh, Yusuf bertanya kepada kami, ‘Imbalan apa yang kalian berikan kepada Tabib itu?’. Kami menjawab, ‘Tabib itu tidak menghendaki imbalan apapun’, jawab mereka. Yusuf berkata, ‘Subhanallah. Maha Suci Allah, kalian memanggil Tabib Istana, dan kalian tidak memberikan imbalan atau upah apapun kepadanya?’. Kemudian kami berkata, ‘Berikan Tabib itu satu dinar’. Yusuf berkata, ‘Ambilah uang ini, berikan kepadanya dan beritahukan bahwa aku tidak punya uang lagi, agar supaya dia tidak salah paham, bahwa aku kurang menghargainya dibandingkan dengan raja-raja’.
Hubaib bercerita, ‘Yusuf bin Asbath pernah berkata, ‘Aku mewarisi sebuah perkebunan dari ayahku di Kufah senilai lima ribu dirham, namun timbul perselisihan antara aku dengan paman-pamanku. Kemudian aku meminta pendapat dari al Hasan bin Saleh dan beliau menasehatiku, ‘Sebaiknya kamu tidak berselisih dengan mereka, karena sesungguhnya perkebunan itu (dibeli) dari uang pajak bumi’.
Maka, aku meninggalkan warisan itu demi memperoleh ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan akupun jatuh miskin. Wallahu ‘alam.